Friday, June 29, 2012

KAPAN PENDIDIKAN SEKS MULAI DIBERIKAN (5)

KAPAN PENDIDIKAN SEKS MULAI DIBERIKAN (5)
By : Yusuf Saeful Berlian


Pendidikan seks jangan diartikan sebagai mengajarkan bagaimana cara berhubungan seks, kata Dr. Raditya, akan tetapi pemberian materi kesehatan reproduksi secara keseluruhan. Jenis dan kedalaman materinya disesuaikan dengan usia, tingkat pendidikan, dan latar belakang siswa.
Materi yang diberikan dimulai dengan dijelaskan tentang anatomi dan fungsi alat reproduksi, perkembangan fisik dan mental remaja, definisi seks dan seksualitas, kesehatan seksual hubungan seks, kehamilan dan pencegahan kehamilan (alat kontrasepsi). Selain itu materinya juga mencakup tentang aborsi dan penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS.
Menurutnya, pemberian materi pendidikan seks tersebut juga disertai dengan pendidikan dan penghayatan agama yang kuat. Kombinasi inilah yang akan menyebabkan seorang remaja dapat berperilaku seks yang baik.
Di Amerika, materi pendidikan seks diberikan oleh orangtua secara langsung. Dengan iklim yang sangat terbuka, mereka mendiskusikan materi pendidikan seks dengan sang anak. Cara ini dinilai lebih baik ketimbang anak mencari pengetahuan seks sendiri melalui media internet atau majalah.
Bentuk praktis pendidikan seks, menurut Arief Rahman, meliputi pemberian nama-nama yang berbeda untuk laki-laki dan untuk perempuan. Secara kultural dan agama, ada nama untuk laki-laki dan untuk perempuan.Pemberian baju laki-laki dan perempuan yang dibedakan juga merupakan pendidikan seks. Ketajaman seksualitas seorang anak dimulai dari bajunya. Bahkan warna bajunya. Misalnya warna pink selalu untuk perempuan, dan warna biru untuk laki-laki. Contoh lain misalnya bahan pakaian. Sutra hanya telah dipakai untuk perempuan.

KAPAN PENDIDIKAN SEKS MULAI DIBERIKAN
Pendidikan seks mulai diberikan ketika anak berada pada periode anak awal (early childhood) yaitu saat anak berusia 2-6 tahun, dimana ketika ini anak memiliki tugas perkembangan dalam hal penyempurnaan pemahaman mengenai konsep-konsep sosial, konsep benar-salah, dll; dan belajar membuat hubungan emosional  yang makin matang dengan lingkungan sosial, baik di rumah maupun di luar rumah. Artinya pemberian materi pendidikan seks ini dimulai pada saat anak sadar mulai seks. Bahkan bila seorang bayi mulai dapat diberikan pendidikan seks, agar ia mulai dapat membedakan mana ciri laki-laki dan mana ciri perempuan. Bisa juga diberikan saat anak mulai bertanya-tanya pada orang tuanya tentang bagaimana bayi lahir. Peran orang tua sangat penting untuk memberikan pendidikan seks pada usia dini. Penggunaan kata-kata yang sangat sopan sebagai kata pengganti payudara, vagina atau penis bahkan dianjurkan.
Dalam hal ini dibutuhkan komunikasi lebih terbuka antara orangtua-anak. Melalui komunikasi, yang acap kali banyak diabaikan peranannya, orangtua dapat memasukkan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Pada fase ini pun ditandai dengan kesukaan anak untuk bermain dan terlepas dari tanggung jawab untuk melakukan hal-hal yang memerlukan aturan jelas. Sebab keberadaannya hanya dipandang dari sisi manusiawinya saja belum sampai pada usia tamyiz. Emosinya belum kuat dan fisiknya belum siap untuk memikul beban serta melaksanakan ibadah. Yang kita perhatikan disini adalah apakah pada fase ini telah ada reaksi seks pada anak kecil atau belum.
Pada dasarnya pada fase ini tidak terdapat kehidupan seks yang hakiki. Adapun apa yang diungkapkan oleh Freud belum menjadi argumen ilmiah yang pasti, hanya menjadi sandaran para pendukungnya dan para peneliti seks Barat. Pembuat syariat pun tidak mengeluarkan nash-nash-baik ayat-ayat atau hadits-hadits-yang menuntut seorang muslim untuk memperhatikan aktivitas seks pada anak dalam masa tersebut. Kecuali sebagian keterangan fiqih melarang orangtua untuk melakukan aktivitas seks di depan anak atau mendengar obrolan keduanya. Hal ini diperkuat dengan larangan untuk menampakkan rangsangan-rangsangan seks di hadapan anak, sebab akan berbekas dalam benak anak.
Memang bukan hal mustahil seorang anak yang berusia empat tahun menampakkan sebagian "sikap-sikap seks" karena meniru atau ikut-ikutan pada orang lain. Tetapi sebenarnya pada anak usia tersebut-sudah merupakan kepastian-kosong dari aktivitas seks. Oleh karenanya, seorang pendidik muslim-yang dimaksud adalah orangtua-sebaiknya untuk tidak membuat rangsangan seks di hadapan anaknya yang belum tamyiz, yaitu sejak usia 3 atau 4 tahun dengan cara berhati-hati ketika melaku­kan aktivitas seksual.
Dalam hadits lain dikatakan, "Manjakanlah anakmu hingga usia enam tahun. Ajarilah dia AI-Quran pada usia enam tahun. Dekatkanlah dia padamu, lalu didiklah dia dengan etikamu. jika ia menerima, hal itu adalah sangat baik. Sebaliknya, jika ia menolak, hal itu adalah suatu kegagalan dalam mendidiknya.” Dalam hadits lain pula,  beliau berkata, "Seorang anak bermain pada usia tujuh tahun, belajar kitab dimulai pada usia tujuh tahun, dan diajari tentang halal dan haram pada usia tujuh tahun."
Sebenarnya masih banyak dalil­-dalil tertulis lain yang memperkuat dilakukannya pendidikan pada usia kanak-kanak menjelang remaja. Pada usia perkem­bangan inilah sang anak harus diberi pendidikan, pengajaran, dan penyucian, sebagaimana tertera dalam sabda Rasulullah Saw., “Di antara kewajiban orangtua yang harus dilakukan kepada anaknya ada tiga, yaitu memberinya nama yang baik; mengajarkan Al-Quran; dan, menikahkannya jika sudah dewasa."
Nabi Saw. bersada, "Hendaklah orangtua mengajarkan AI-Quran kepada anaknya, mensucikannya dan mengajarinya berenang." Dalam hadits lain Rasulullah Saw. bersabda, "Ajarilah anak­-anak kamu sekalian berenang dan memanah. "
Di bawah ini ada beberapa sabda para Imam Ahlul Bait:
"Hati anak muda seperti bumi kosong. Tidak ada sesuatupun yang dilemparkan ke dalamnya, melainkan pasti diterima­nya."
"Cepat-cepatlah kalian mengajarkan hadits kepada para pemuda kalian, sebelum ada yang mendahuluimu secara tiba­-tiba."
"Ajarkanlah kepada anak kalian sebagian ilmu kita, yaitu ilmu yang diberikan manfaatnya oleh Allah Swt. untuk mereka."
Memperhatikan teks-teks tersebut di atas, kita mengetahui bahwa aturan-aturan Islam terfokus pada arti penting tahapan­-tahapan pendidikan, karena ada beberapa faktor berikut ini. Pertama, adanya perbedaan usia dan perbedaan wawasan; kedua, berkembangnya kekuatan otot, pergerakan, perasaan, dan sosial yang disandarkan pada perbedaan akal, dan dapat membantu anak untuk mempelajari hal yang berkenaan dengan kewajiban atau latihan persiapan pada hukum-hukum dan tanggung jawab yang mesti dihadapinya pada usia taklif.
Sebagaimana contoh-contoh tentang pentingnya menjadikan tingkatan ini dalam pelatihan untuk menghadapi masa taklif, kita juga mendapatkan bahwa pembuat syariat menganjurkan untuk bersuci, mendidik salat, puasa, memisahkan tempat tidur anak, minta izin, dan sebagian yang berhubungan dengan gerakan badan, seperti berenang dan memanah. Hal itu dilakukan pada masa perkembangan ini, sebagaimana tersirat dalam beberapa teks dalil syara di atas.
Jika kita menelaah teks-teks lainnya, kita akan melihat bahwa pada usia ini terdapat beberapa keistimewaan yang bersifat umum. Pertama, adanya perbedaan akal dan pengetahuan yang tidak terbatas; kedua, kewajiban belajar dan pembinaan perilaku yang tidak hanya berkaitan dengan masalah seks saja tetapi seluruh corak prilaku islami yang telah ditentukan; ketiga, bersandar pada sanksi sebagai suatu metode pendidikan untuk membawa anak kecil pada kebiasaan-kebiasaan Islam, seperti pendekatan diri kepada Allah atau menghindari perbuatan yang diharamkan, dan lain sebagainya; keempat, masa pertumbuhan ini adalah tahapan yang baik untuk mempersiapkan seks dan ini cocok dengan bahasan kita.
Nabi Muhammad Saw. bersabda, "Suruhlah anak kalian untuk melakukan salat ketika mereka berusia tujuh tahun. Dan pisahkan oleh kalian tempat tidur mereka ketika mereka berusia sepuluh tahun." Amirul Al-Mukminin r.a. berkata, "Bergaul secara dekat (mubasyarah) seorang perempuan dengan anak perempuannya, padahal sudah berusia enam tahun, hal itu bagian dari zina." Imam AI-Baqir r.a. berkata, "Hindarilah olehmu berjima, sekiranya akan terlihat oleh anak kecilmu yang sudah bisa menerangkan keadaanmu."
Imam AI-Shadiq r.a. berkata, "Pisahkanlah tempat tidur anak laki-laki dan anak perempuan ketika mereka sudah menca­pai usia 10 tahun." "Dan seorang suami tidak boleh berjima dengan istrinya, ketika anak-anaknya berada di rumah, sebab hal itu akan mewarisi zina.°
AI-Shadiq r.a. pernah ditanya tentang anak kecil perempuan yang—menurut penanya—"Tidak ada ikatan keluarga antara Aku dengan," ketika ia sudah berusia enam tahun. Al-Shadiq menjawab, "Kamu jangan menempatkannya di kamarmu!" Dalam teks lain AI-Shadiq berkata, "Apabila anak perempuan telah mencapai usia enam tahun, ia tidak boleh menerima anak laki-laki. Begitu pula anak laki-laki tidak boleh menerima anak perempuan ketika la sudah berusia lebih dari tujuh tahun."
Imam AI-Ridha r.a. berkata, "Seorang anak laki-laki harus sudah diperintah salat, ketika ia berusia tujuh tahun. Dan seorang perempuan tidak mesti menutupi rambutnya sehingga telah bermimpi sanggama." Dalam teks lain AI-Ridha berkata, "Tempat tidur anak-anak hendaklah dipisah, ketika mereka sudah berusia enam tahun." Nabi Saw. bersabda, "Kalian harus menyuruh salat kepada anak-anak kalian, ketika mereka sudah berusia tujuh tahun, pukullah mereka—jika meninggalkannya—ketika berusia sepuluh tahun, pisahkan oleh kalian tempat tidur mereka."
Dari bahasan yang lalu kita menemukan bahwa riwayat-­riwayat tersebut menggambarkan bahwa pentingnya pendidikan seks pada periode kanak-kanak, sebab masa kanak-kanak rentan terhadap beragam pengaruh. Namun isyarat-isyarat ini adalah langkah antisipasi ketika anak tersebut memiliki kematangan seks dini. Atau untuk mencegah agar anak tidak meniru perilaku orang lain atau untuk mengekang faktor genetis yang berkaitan dengan masalah seks. Atau menghentikan penyimpangan tidak normal yang diakibatkan adanya pemisahan hormon.
Kalau kita perhatikan secara seksama, sebagian psikolog mengatakan bahwa periode kanak-kanak kedua adalah periode vakum seksual (kumun jinsi), tetapi mereka mengakui bahwa pada masa kanak-kanak pertama telah mengenal kehidupan seks. Sekali lagi harus diperhatikan bahwa persiapan melatih anak dalam menghadapi beragam perubahan di masa dewasa harus sudah dimulai pada fase anak-anak, dan memberikan sebagian petunjuk-petunjuk pada tahun-tahun terakhir fase kanak-kanak. Oleh karena itu, Islam memiliki teks­-teks cukup banyak yang berkaitan dengan pendidikan bagi anak yang berada pada masa kanak-kanak menjelang remaja dan hanya sedikit petunjuk untuk anak-anak yang berada pada fase perkembangan pertama. Maksud semua itu adalah tiada lain kecuali untuk menjauhkan dari permainan-permainan seks.
Sebagai gambaran umum, penyampaian materi pendidikan seks di rumah dapat dilakukan kedua orang tua. "Sebelum usia 7 tahun pendidikan bisa diberikan secara bergantian, tapi umumnya ibu yang lebih berperan," kata Dr. Gerard Paat, dan sebaiknya ibu memberi penjelasan kepada anak perempuan dan ayah kepada anak laki-laki. "Sekali waktu boleh diadakan komunikasi silang. Misalnya, kepada anak perempuannya seorang ayah dapat berdiskusi bagaimana perasaan-perasaan pria bila jatuh cinta, atau sebaliknya kepada anak laki-lakinya, ibu bisa mengungkapkan bagaimana perasaan seorang wanita bila didekati pria."
Menjelaskan tentang seks juga tidak perlu secara eksklusif. Pada intinya, itu bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Saat sedang sibuk memasak, misalnya, tiba-tiba  anak bertanya tentang kehamilan. Sang ibu tidak perlu menangguhkan jawaban atau menjanjikan jawaban akan diberikan panjang lebar di kamar, tapi bisa langsung saat itu juga. Tindakan eksklusif, menurut Paat, malah membuat anak bisa berkesimpulan, seks merupakan sesuatu yang luar biasa dan harus dirahasiakan. Padahal pertanyaan seperti itu lumrah dan merupakan bagian dari kehidupannya.
Dengan demikian, pendidikan seks haruslah dipandang sebagai suatu proses pengalihan nilai-nilai tentang seks yang benar yang didapat anak sebagai bimbingan, teladan dan kepedulian para orang tua dan pendidik dalam membantu anak membangun sikap batin yang sesuai dengan kodrat manusia, tidak hanya akal budi tetapi juga hati nurani. Pendidikan seks juga mempunyai fungsi memberikan landasan dalam membangun suatu hubungan yang objektif dan wajar antara anak dengan tubuhnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abi, 2007, Tingkat Aborsi di Indonesia Capai 2,3 Juta” Available at http://www.republika.co.id.html// [12/08/2007]
Artikel Lepas/INTISARI Maret 1997
Cbn. 2007. “Soal Seks, Wanita Masih Terpinggirkan”. Available at http://www.radarbanjar.html// [12/08/2007]
Ceria—Cerita remaja Indonesia; situs informasi kesehatan seksual dan sosial remaja
FX. Rudi Gunawan, 2006, “Memahami seksualitas, menolak RUU APP”. Available at http://www.sadar.com.html// [12/08/2007]
M. Quraish Shihab, 1996.  Wawasan Al-quran . Bandung; Mizan
Madan, Yusuf. 2004. Sex Education For Children, Panduan Islam bagi Orang Tua dalam Pendidikan Seks untuk Anak. Hikmah. Kelompok Mizan. Bandung.
Nuraini J, 2000, “Kebudayaan yang Maskulin, Macho, Jantan, dan Gagah” Available at http://www.kunci.or.id.html// [12/08/2007]
Relawan YAI, 2001, Budaya dan Modernisasi Pengaruhi Perilaku Seks”.  Available at http://www.ceria.com.html// [12/08/2007]
Relawan YAI, 2001, Gender”.      
           Available at http://www.ceria.com.html// [12/08/2007]
Senior, 2007. “Soal Seks, Wanita Masih Terpinggirkan”, Available at http://www.PortalCBN.com.html// [12/08/2007]
W. Berry, John, et all, 1999. “Psikologi Lintas Budaya: Riset dan Aplikasi”. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.

No comments:

Post a Comment