Friday, June 29, 2012

WORKAHOLIC


APA ITU WORKAHOLIC?
Pecandu kerja alias workaholic memang tak sehat. Mungkin Anda jadi jauh dengan keluarga gara-gara lebih sering menghabiskan waktu di tempat kerja. Namun, di zaman sekarang, jika tak bekerja lebih keras, mungkin sulit untuk bertahan di tengah kompetisi globalisasi.

Banyak orang kurang sepakat akan definisi workaholic atau gila kerja. Ada yang bilang, workaholic itu dikarenakan orang tersebut mencintai pekerjaannya, sehingga bersedia mengorbankan seluruh waktunya untuk pekerjaan itu. Tetapi, menurut Dr Randall S. Hansen, edukator dan penulis buku seputar motivasi, di masa sekarang workaholic bukan hanya sebatas rasa cinta terhadap pekerjaan. "Ini juga berkaitan dengan tuntutan finansial, sosial, dan juga teknologi. Tuntutan finansial membuat harus menghasilkan banyak uang untuk kebutuhan hidup, sehingga bisa jadi akan melakukan segala jenis pekerjaan dan mengorbankan waktu istirahat. Sementara tuntutan sosial lebih berkaitan pada budaya kerja masyarakat atau negara tertentu. Sedangkan tuntutan teknologi sedikit-banyak dipengaruhi oleh adanya e-mail, blackberry, hingga fasilitas lainnya. Otomatis, Anda tidak bisa beristirahat meskipun sudah di rumah," jelas Hansen.

Menjadi workaholic bisa berdampak buruk terhadap hidup Anda. Misalnya saja, Anda jadi mudah stres. Kemudian, frekuensi pertemuan dengan orang-orang terdekat juga jadi berkurang. Survei yang dilakukan di Amerika Serikat memperlihatkan, 40 persen pekerja malah tidak ingin mengambil kesempatan untuk berlibur, karena takut ketinggalan pekerjaan saat kembali bekerja lagi. Padahal, liburan juga penting untuk menyeimbangkan kondisi pikiran dan jiwa kita.

Dibawah ini dijelaskan bagaimana perbedaan Workaholic dengan Pekerja keras:

Workaholic
Pekerja keras
·       Tidak ingin jauh dari pekerjaannya karena merasa tidak berharga dan terasing, pekerjaan adalah satu-satunya hal yang memberi kebanggaan baginya.

·       Umumnya workaholic itu mengandung unsur   "compulsive" atauaddictive".  Compulsive  sendiri bisa digambarkan seperti seolah-olah ada tekanan atau paksaan batin di dalam diri seseorang untuk terus bekerja. Sedangkan  addictive merupakan kecanduan atau ketagihan (umumnya dikonotasikan) oleh hal-hal negatif, seperti misalnya rokok, narkoba, dan lain-lain.
·       Workaholic misalnya bekerja untuk mencapai karir setinggi-tingginya sehingga mengorbankan kepentingan keluarga dan teman, adrenalin meningkat apabila menghadapi hal-hal yang tidak sesuai keinginannya, serta tidak dapat mengalihkan pikiran ke hal-hal lain kecuali yang berkaitan dengan pekerjaan.


·      Pekerja keras ingin berkontribusi secara maksimal dalam pekerjaannya, namun tetap menyisihkan waktu untuk kehidupan sosial.

·      Orang yang bekerja keras memang asyik dengan pekerjaannya, namun keasyikannya itu sangat berasalan. (1) untuk merealisasikan target-target yang dinamis. Siapapun yang membaca riwayat hidup Edison akan menyimpulkan Edison sebagai pekerja keras: membaca, bereksperimentasi, bertemu dengan orang lain, dan lain-lain.  Nasehat Edison yang sangat tepat di sini adalah: "Jangan hanya menenggelamkan diri pada kesibukan tetapi lupa menanyakan tujuan dari kesibukan itu." 

·      Hardworker atau pekerja keras akan menetapkan batas pada pekerjaan sehingga masih memiliki relasi dengan keluarga dan teman, serta melakukan aktivitas rekreasi.

·      Seorang pekerja keras dapat mengendalikan dirinya untuk tetap tenang dan mampu mengalihkan pikirannya pada hal-hal yang menyenangkan selain pekerjaannya 

Kalau membaca buku yang ditulis Charles Garfield (1986), Peak Performer. Charles menceritakan hasil observasinya terhadap sejumlah sosok yang tiba-tiba hebat dibelantara bisnis di Amerika. Observasinya menyimpulkan ada enam atribut yang dimiliki oleh sosok yang dia bilang tiba-tiba hebat itu (the new heroes of American business). Keenam atribut itu adalah:
  • Punya misi yang benar-benar menggerakkannya untuk melakukan aksi  
  • Punya sasaran yang jelas-jelas ingin diraihnya dari setiap aksi 
  • Punya kemampuan "self-management" yang bagus dengan mengoptimalkan kapasitas personalnya
  • Punya kemampuan yang bagus dalam team building
  • Punya kemampuan yang bagus dalam mengoreksi tindakannya
  • Punya kemampuan yang bagus dalam menyiasati / beradaptasi dengan perubahan

KENAPA ORANG MENJADI WORKAHOLIC?
Berbagai hal dapat mendasari terbentuknya workaholic. Misalnya faktor finansial keluarga, mengejar karir, rumah kurang nyaman, rumah merangkap kantor atau karena faktor lingkungan, misalnya tuntutan dari atasan. Latar belakang ini yang sebaiknya lebih dahulu dipahami.

Apa yang menyebabkan punya kebiasaan workaholic? Kalau dijelaskan secara detail dan spesifik mungkin banyak. Di sini hanya akan menyentuh sebab-sebab umum saja, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah:
Pertama, pelampiasan / pelarian. Pekerjaan bagi orang yang bekerja keras adalah aktualisasi-diri. Istilah agamanya disebut ibadah. Pekerjaan dipahami sebagai ruangan untuk menunjukkan kebolehan, karya, atau aktualisasi potensi. Tapi, untuk sebagian orang yang terkena workaholic, pekerjaan itu dipahami sebagai pelampiasan yang paling aman atau pelarian dari persoalan hidup yang "kurang membahagiakan" di tempat lain. Bisa saja orang melampiaskan ketidakbahagiannya dengan keluarga pada pekerjaan. Karena tidak menemukan kebahagian di tengah keluarga, orang itu lantas  berpikir keluarga bukanlah sesuatu yang penting.
Kedua, tidak bahagia dengan pekerjaan. Karakteristik yang paling menonjol dari orang yang bahagia dengan pekerjaannya adalah adanya dinamika yang progresif di dalam batinnya. Ini sama seperti orang yang bahagia dengan dirinya. Orang yang bahagia dengan pekerjaannya itu punya target, sasaran, atau tujuan-tujuan yang dinamis. Bila suatu target sudah tercapai, ada target lain lagi yang ingin dicapainya secara bertahap. Hal Ini agak beda dengan sebagian orang yang terkena workaholic. Mungin karena tidak menemukan kejelasan dipikiran tentang apa yang ingin dicapainya, bagaimana mencapainya, apa yang harus dilakukan untuk mencapainya, akhirnya semua "kebingungan" itu dilampiaskan ke dalam aktivitas yang bertujuan hanya untuk beraktivitas. Inilah alasan kenapa workaholic itu mengandung unsur compulsive atau addictive.
Orang yang tidak punya dinamika batin yang dinamis terhadap pekerjaannya akan mengalami dua kemungkinan. Secara batin, kemungkinan pertama adalah batin yang bergejolak. Ini ditunjukkan ke dalam bentuk keinginan untuk pindah profesi atau pekerjaan tanpa alasan yang jelas. Kemungkinan kedua adalah batin yang sudah apatis, masa bodoh, pasrah pada realitas.
Ketiga, kalah oleh nafsu. Tidak semua orang yang terkena workaholic itu tidak bahagia dengan pekerjaannya atau profesinya. Tidak semua juga karena ada unsur pelampiasan. Bisa jadi ada yang karena kalah oleh nafsu. Nafsu diambil dari bahasa Arab (Nafs) artinya ada dua, yaitu: jiwa (the self) dan nafsu dalam arti hawa nafsu. Hawa sendiri artinya keinginan atau jatuh dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Menurut Nurcholish Madjid (1993), hawa nafsu itu adalah keinginan-diri yang di dalam bahasa ilmu pengetahuannya disebut subyektivitas pribadi yang berlebihan. Berlebihan di sini batasannya adalah sudah mengalahkan pertimbangan akal sehat atau sudah mengalahkan suara-suara kesadaran positif. Kalau dalam literatur Psikologi, Freud menjelaskan dimana manusia itu ada Id-nya, ada Ego-nya dan ada Super Ego-nya. Id adalah dorongan (motive and drive) yang hanya mementingkan kesenangan dan kebanyakan melawan suara Super Ego. Super Ego adalah dorongan yang telah dibimbing oleh nilai-nilai, norma, dan keteladanan orang lain. Id umumnya memiliki dua insting, yaitu: a) Eros: Insting seseorang yang memotivasi untuk mendapatkan kesenangan (pleasure principle), b) Thanatos: Insting yang memotivasi seseorang untuk melakukan tindakan-tindakan agresif yang berpotensi merusak (Freud's Personality Factor,  www. changingmind.org)
CIRI-CIRI WORKAHOLIC
Ciri-ciri umum yang dominan dari seseorang yang keranjingan kerja (workaholic) itu, antara lain:
·         Workaholic itu mengabaikan hal-hal lain yang penting dalam hidup menurut ukuran normalnya manusia. Hal-hal yang penting itu misalnya keluarga, kesehatan, anak, istri atau suami, dan semisalnya. Nilai apapun di dunia ini menggariskan bahwa keluarga itu adalah sesuatu yang penting bagi manusia. Jika kita punya kebiasaan kerja yang membuat kita melupakan keluarga, itu berarti perlu kita waspadai jangan-jangan yang kita lakukan bukan bekerja keras, melainkan workaholic.
·         Workaholic itu susah mendelegasikan tugasnya atau pekerjaannya kepada orang lain. Ini ditulis oleh kolomnis Career Journal Dot Com, Dana Mattioli, (2007). Orang yang tidak bisa mendelegasikan pekerjaannya kepada orang lain pada porsi dan kondisi yang memang harus / bisa didelegasikan itu umumnya adalah orang yang tidak bisa mempercayai orang lain dengan alasan-alasan yang kurang ada faktanya. Bisa juga mungkin karena too much perfectionism. Segala sesuatu yang mengandung unsur "too much" ini juga tidak sehat secara emosi.
·         Workaholic itu hanya merasa "terlalu asyik" dengan pekerjaan, tetapi tidak jelas apa yang dikerjakan dan apa yang ingin diraih dengan pekerjaannya itu. Ada yang mengamati bahwa workaholic itu tidak terang-terangan mengatakan apa yang dikerjakan dan pekerjaannya. Bahkan ada yang mengatakan workaholic itu tidak bisa meneguk kebahagian dari pekerjaannya. 
·         Workaholic tidak memiliki batasan mental yang jelas antara urusan rumah dan urusan kantor, dimanapun berada, yang menjadi top priority di kepala adalah urusan pekerjaan.
·         Kebahagian seorang workaholic hanya terasakan ketika bersentuhan dengan pekerjaan
·         Workaholic Merasa stress dengan urusan pekerjaan
·         Workaholic Tidak tertarik dengan hal-hal yang berbau fun atau entertainment karena urusan pekerjaan
·         Workaholic memikirkan pekerjaan meskipun sedang liburan.

Salah satu kunci penting untuk menilai diri apakah kita ini seorang pekerja keras atau sudah workaholic itu adalah keseimbangan. Inilah prinsip hidup yang sudah menjadi hukum, baik untuk manusia atau alam. Artinya, segala sesuatu yang sudah menganggu keseimbangan sebagai makhluk yang normal, itu berarti ada sesuatu yang perlu diluruskan.
Segala sesuatu yang sudah berlebihan (too much), biasanya akan memantulkan kebalikannya. Kerja keras itu bagus, tetapi terlalu kerja keras (workaholic),    itu berpotensi tidak bagus.

MASALAH-MASALAH YANG DI ALAMI SEORANG WORKAHOLIC?
Selama ini mungkin Anda bekerja dengan semangat untuk mencapai kesuksesan tertentu. Baik naik gaji, bonus, ataupun menggapai jenjang karir yang lebih tinggi. Tetapi, jika sistem kerja Anda tidak teratur, setiap hari lembur dan tidak menyediakan waktu untuk beristirahat, ketika kesuksesan karir Anda raih, justru kesehatan bisa memburuk. “Banyak orang menekan dirinya sendiri untuk hidup dengan tidak sehat demi mengejar kesuksesan. Tetapi, tekanan kerja tinggi dan jam kerja yang panjang, bisa membawa seseorang ke dalam masalah kesehatan serius bahkan bisa memperpendek umur,” kata George Griffing, M.D., profesor pengobatan internal dari Saint Louis University, Filipina, seperti dikutip dari Times Of India.

Berikut beberapa masalah yang timbul ketika seseorang menjadi workaholic:
1. Tidak bisa menikmati makanan.
Makanan selezat apapun tidak akan bisa dinikmati jika dikonsumsi di depan komputer, sambil conference call atau menyelesaikan deadline. Orang yang workaholic cenderung merasa ‘membuang waktu’ jika menikmati makan siangnya di tempat makan tanpa membicarakan atau menyelesaikan pekerjaan.

2. Lupa bersantai.
Stres karena pekerjaan dalam kadar tertentu memang cukup baik untuk ‘memaksa’ Anda tetap bekerja dan termotivasi. Tetapi, jika dibiarkan dan lupa cara memanjakan diri, kehidupan hanya akan dilingkupi stres. Emosi pun menjadi tidak stabil.

3. Bekerja saat sakit.
Banyak pekerja tetap datang ke kantor meskipun sedang sakit. Padahal jika dilihat dari produktivitasnya, seseorang yang sakit jauh dari produktif saat bekerja. Jadi, lebih baik beristirahat dulu di rumah hingga sembuh daripada pekerjaan berantakan karena sakit.

4. Tidur minim.
Seseorang yang menyebut dirinya profesional, berarti dia bisa membedakan kapan waktu pribadi dan kapan waktu untuk bekerja, termasuk waktu tidur. Setiap pekerja membutuhkan waktu tidur antara delapan hingga sembilan jam. Kurang tidur membuat emosi seseorang tidak stabil, kurang konsentrasi, bermasalah dengan memori dan cenderung membuat keputusan kurang tepat.

MENJADI WORKAHOLIC YANG SEHAT?
Menjadi seorang workaholic sangat melelahkan baik fisik maupun mental. Selalu bekerja dan bekerja membuat tubuh dan mental selalu aktif walaupun tanpa disadari Anda membutuhkan istirahat. Stress, depresi, tekanan darah yang seringkali melonjak adalah beberapa efek buruk pada kesehatan yang akan dirasakan seorang workaholic. Seperti yang diungkapkan oleh George Griffing, MD, profesor penyakit dalam di Saint Louis University, pekerja keras dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan. "Banyak orang bekerja keras untuk mencapai kesuksesan finansial. Namun, tekanan yang tinggi dari pekerjaan dan jam kerja yang terlalu lama sebenarnya dapat mengancam kesehatan dalam jangka waktu panjang," dikutip dari Times of India. Mereka yang workaholic, sering melakukan hal-hal buruk yang membuat kesehatan mereka menurun dari hari ke hari.

Selain itu kehidupan sosial yang parah, keluarga yang terabaikan adalah dampak dari kebiasaan workaholic. Sebuah penelitian bahkan membuktikan bahwa pasangan yang workaholic memiliki kemungkinan untuk bercerai lebih besar dari mereka yang bisa menyeimbangkan kehidupan mereka.

Oleh karena itu dibutuhka cara menjadi Workaholic yang sehat, sebagai berikut:
1. Luangkan Waktu untuk Olahraga
Punya jadwal teratur untuk olahraga dapat menjaga suasana hati dikantor saat sedang memanas. Olahraga tak hanya menjaga bentuk tubuh tetap indah, tetapi juga meringankan ketegangan di otot dan merilekskan pikiran.

2. Bikin Spa di Kantor
Memang penting untuk tetap rileks sepanjang hari. Pijat adalah cara terbaik untuk mengenyahkan ketegangan di tubuh. Jika sulit untuk keluar kantor, cobalah mesin kursi pijat yang banyak ditawarkan di mal. Beli satu dan letakkan di kantor. Duduklah dan biarkan mesin bekerja ketika stres dan ketegangan sudah tak tertahankan lagi.

3. Pilih Minuman Hangat
Para pecandu kerja tahu bahwa kafein dapat membuat mereka tahan kerja lama. Supaya lebih nikmat, sajian kopi sebaiknya selalu hangat. Sekarang sudah dijual cangkir kopi yang disambungkan ke USB di komputer untuk menjaga minuman tetap hangat.

4. Utamakan Keluarga
Menurut para psikolog, keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kerja merupakan dasar untuk tetap sehat. Coba hitung berapa jam sehari Anda habiskan di kantor setiap pekan. Dari perhitungan itu, Anda akan mendapatkan gambaran realistis betapa tak seimbangnya hidup Anda. Jangan lewatkan peristiwa-peristiwa penting dalam keluarga seperti ulang tahun pasangan dan anak-anak, juga ulang tahun perkawinan.

5. Miliki Hobi
Percayalah, hobi itu bukan hanya milik kaum pensiunan. Hobi merupakan hal terbaik yang bikin pecandu kerja berhenti memikirkan pekerjaan.

6. Tinggalkan Pekerjaan di Kantor
Berada di tengah keluarga tak ada artinya jika masih memegang PDA untuk menjawab e-mail soal pekerjaan dan tak henti-hentinya memberikan instruksi lewat telepon genggam. Buat peraturan ketat yang bikin meninggalkan semua tetek bengek pekerjaan di kantor. Jika perlu, tinggal 15 menit lebih lama untuk menjawab semua e-mail yang masuk. Keluarga akan berterima kasih akan perhatian Anda untuk mereka.

7. Tidur Cukup
Tidur cukup akan membantu tetap efisien meskipun harus bekerja hingga larut malam. Sebaliknya, tidur siang selama 20 hingga 30 menit dapat menjaga berada dipuncak terus. Penelitian terakhir membuktikan bahwa tidur siang singkat merupakan cara mendapatkan energi kembali tanpa kesulitan tidur di malam hari.

8. Pilah-Pilih Pekerjaan
Bikin daftar tugas yang ingin dikerjakan seharian. Pastikan untuk memprioritaskan tugas-tugas dan terus membenahinya. Buat batas untuk jumlah tugas yang dilakukan seharian dan terus patuhi itu. Coba untuk mengatakan “tidak” ketika ditawari mengerjakan satu proyek tambahan, khususnya ketika tak mau proyek yang lain jadi hancur berantakan.

9. Ubah prioritas hidup
Yakinkan diri bahwa ada yang lebih penting selain pekerjaan, salah satunya kesehatan, keluarga dan teman-teman. Apakah rela melewatkan peristiwa-peristiwa penting dalam keluarga hanya demi sebuah pekerjaan? Apakah tahu dampak buruk bagi kesehatan karena kebiasaan workaholic Anda? Apakah bisa menikmati hasil kerja dengan maksimal jika nantinya menderita sakit berat akibat stress? Pertanyaan - pertanyaan tersebut diharapkan bisa membuat lebih bijak menyusun prioritas.

10. Benahi manajemen kerja.
Setiap karyawan telah memiliki job desc-nya masing-masing. Kerjakanlah apa yang menjadi tugas saja, tidak perlu sungkan untuk menolak pekerjaan tambahan lain jika merasa tidak sanggup atau dirasa menganggu pekerjaan pokok. Atur semuanya berdasarkan skala prioritas supaya lebih fokus dalam mengerjakannya. Benahi juga jam kerja, Workaholic selalu merasa 24 jam dalam sehari tidaklah cukup untuk menyelesaikan pekerjaan. Tubuh juga perlu beristirahat, gunakanlah hari libur Sabtu atau Minggu untuk benar-benar lepas dari pekerjaan, tekankan pada diri sendiri bahwa tidak akan bekerja untuk hari itu. Jauhkan diri dari komputer atau alat kerja yang lain.

11. Asupan gizi yang seimbang dan menyehatkan 
Berpikir dan bekerja membutuhkan energi yang besar. Imbangi tenaga yang dikeluarkan dengan asupan makanan yang cukup dengan kebutuhan tubuh Anda dan seimbang. Hindari fast food walaupun ini adalah pilihan termudah bagi para workaholic. Perbanyaklah minum air putih untuk mencegah dehidrasi. Kopi atau minuman berkafein lainnya memang dapat mempertahankan konsentrasi dan menjaga stamina, terutama saat lembur, namun ingatlah bahwa kafein yang berlebihan dapat menimbulkan peningkatan tekanan darah, perasaan cemas, gelisah.

MENGHILANGKAN WORKAHOLIC
Untuk bisa berhenti menjadi workaholic, diperlukan strategi yang tepat. Inilah beberapa di antaranya:

1. Luangkan waktu untuk menjauh dari pekerjaan. 
Ambillah cuti, lalu habiskan bersama pasangan maupun teman dekat Anda. Putuskan hubungan sementara dengan pekerjaan selama cuti. Matikan ponsel selama berlibur atau pergilah ke daerah yang tidak memiliki akses internet, sehingga punya waktu untuk menikmati istirahat dan menyeimbangkan hidup.

2. Belajarlah mendelegasikan pekerjaan. 
Hindari dorongan untuk menyelesaikan semua pekerjaan sendirian. Bagilah bersama dengan rekan satu tim, sehingga bisa diselesaikan dengan efisien dan cepat, tanpa harus lembur tak berkesudahan. 

3. Belajarlah untuk percaya bahwa tidak ada salahnya jika suatu ketika Anda hanya duduk saja dan tidak melakukan apa-apa. 
Misalnya, saat sedang menikmati hari Minggu di rumah. Daripada malah menghidupkan komputer dan memeriksa e-mail, lebih baik berbincang dengan teman atau sekadar membaca majalah. Temukan satu-dua hobi yang bisa dinikmati di waktu senggang.



4. Lawanlah dorongan untuk melakukan segalanya dengan sesempurna mungkin. 
Terimalah kenyataan bahwa setiap orang memiliki kekurangan. Sejauh pekerjaan sudah memenuhi standar, tidak perlu mengulanginya berkali-kali lagi dengan harapan menjadi sempurna.

5. Berolahragalah. 
Dengan berolahraga, akan jadi lebih sehat baik secara fisik maupun jiwa. Jadikan olahraga sebagai kegiatan rutin, sehingga seperti mendapatkan alasan untuk meninggalkan kantor saat pekerjaan sudah selesai -bukannya malah mencari-cari pekerjaan baru yang bisa dikerjakan.

Jika sepakat melihat workaholic itu sebagai persoalan hidup, maka sebab-sebabnya banyak, solusi yang bisa dilakukan adalah menjaga keseimbangan hidup (life-work-balance). Keseimbangan ini adalah kondisi batin (the mind). Bila kita terus belajar mengontrol the mind, maka keseimbangan kita akan semakin bagus. Terkait dengan keseimbangan ini, beberapa hal yang bisa dilakukan adalah:
Pertama, merumuskan tujuan atau sasaran di area hidup yang penting. Misalnya finansial, karir-usaha, keluarga, sosial, intelektual, spiritual, pendidikan anak, dan lain-lain. Kalau yang beri sasaran itu hanya soal karir dan usaha, sementara keluarga dibiarkan berjalan sendiri, ini berpotensi membuat hanya terfokus pada urusan kerja-usaha. Kalau hanya punya target pada urusan finansial, sementara spiritual dan intelektual kterabaikan, ini tidak akan lebih nikmat dibanding dengan ketika punya perhatian terhadap target finansial dan target spiritual dan intelektual.
Kata Jim Rohn, untuk siapa saja, terutama bagi yang sehari-harinya hidup di lingkungan industri, jangan sampai mengabaikan hal-hal yang spiritual. Kenapa? Katanya, inilah yang akan membedakan kita dan binatang. Spiritual adalah kapasitas tertentu di dalam diri setiap orang yang bertugas mempertanyakan hal-hal yang sangat fundamental dalam hidup. Ini misalnya apa makna hidup saya, kemana langkah hidup saya, dan lain-lain.
Kedua, merumuskan skala prioritas. Dari sekian tujuan atau sasaran yang dibuat, tentu tidak mungkin semuanya mendapatkan perhatian yang sama. Kata seorang kolomnis di WorlklifeBalance Dot Com (2003), yang dimaksud keseimbangan itu bukan berarti kita menyamakan seluruhnya (equal balance) dengan menyusun jadwal yang ketat dari detik ke detik. Keseimbangan adalah kemampuan seseorang untuk memberikan perhatian (care) yang proporsional pada area hidup yang penting. Area hidup yang penting tersebut bisa ditiru dari temuannya Maslow. Menurut Maslow, area hidup yang penting itu antara lain: urusan Fisiologis, Rasa Aman, Sosial, Penghargaan atau Pengakuan, dan Aktualisasi diri. Untuk pengembangan-diri, area penting ini tidak usah kita bikin hirarki. Misalnya, kita hanya akan mau mengaktualisasikan potensi setelah punya mobil, punya rumah, punya investasi, dan lain-lain. Area yang penting itu bisa kita urusi sekarang juga. Tentunya dengan prioritas masing-masing.
Ketiga, memanfaatkan masalah yang muncul. Menurut konsep Learning-nya Peter Senge, learning itu bisa dibagi menjadi dua, yaitu: a) Generative Learning, dan b)Adaptative Learning Langkah pertama dan langkah kedua di atas adalah Generative Learning. Jadi merumuskan tujuan, membuat skala prioritasnya, dan menjalankannya sepenuh hati. Bagaimana dengan Adaptative learning? Adaptative ini artinya belajar dari masalah yang muncul. Misalnya saja anak kita punya tingkat kenakalan yang lebih dari anak-anak seusianya. Jika hasil refleksi kita menyimpulkan bahwa itu terjadi karena si anak kurang perhatian dari kita, maka refleksi itu perlu kita jalankan. Mungkin selama ini baru berperan sebagai orangtua yang memberinya fasilitas fisik tetapi belum berperan sebagai ayah atau ibu yang mestinya bertugas mendidiknya.  Intinya, munculnya persoalan itu perlu kita jadikan sinyal untuk memperbaiki diri.
Kata orang bijak, "Life is game". Ada saatnya untuk serius, gembira, santai, bercanda-canda, fokus, dan lain-lain. Bagi yang punya anak kecil atau keponakan atau adik, jangan lupa melupakan waktu bercanda. Saking pentinya bercanda dengan anak kecil itu, sampai-sampai agama perlu mengajari bahwa bercanda untuk menyenangkan hatinya anak kecil itu dihitung sebagi perbuatan yang mendapatkan pahala. Menurut Maslow, salah satu ciri khas "self-actualized person" itu adalah menyayangi anak-anak dan menghormati yang lebih tua. Ini bisa dijadikan hiburan agar tidak terlalu workaholic.

10 NEGARA DENGAN PENDUDUK WORKAHOLIC

Berikut ini daftar Top Ten Negara yang penduduknya workoholic dikenal pekerja keras (sumber: justsharethis.com). Perhitungannya berdasarkan persentase jumlah orang yang tetap bekerja di hari libur mereka.

10. Cina
Pemerintah Cina menetapkan 11 hari libur nasional dan mengharuskan setiap perusahan untuk memberikan libur setidaknya 10 hari /tahun kepada setiap karyawannya. Namun sekitar 65% dari para pekerja di Cina yang mengambil semua jatah cuti yang merupakan hak mereka.

9. Swedia
Karyawan di Swedia bekerja rata-rata 1.610 jam dan mendapat libur nasional dari pemerintah sebanyak 11 hari per tahunnya. Namun hanya 63% dari para pekerja di sana yang memilih menggunakan seluruh hari libur mereka.

8. Brazil
Di negeri samba ini, meskipun pemerintah memberikan 11 hari libur nasional dan mewajibkan setiap perusahan memberikan jatah cuti karyawan selama 30 hari, namuna hanya 59% dari karyawan di sana yang benar-benar memanfaatkan semua jatah cuti pertahunnya.

7. India
Pemerintah India menetapkan 16 hari libur nasional dan mewajibkan para perusahan memberikan sedikitnya 12 hari jatah cuti bagi setiap karyawan mereka. Namun begitu hanya 58,5% dari karyawan di sana yang memilih untuk menghabiskan total jatah libur mereka.

6. Kanada
Karyawan di Kanada rata-rata bekerja selama 1.699 jam per tahun dengan jatah libur nasional 9 hari. Namun hanya 58% saja dari mereka yang memanfaatkan seluruh jatah libur ini.

5. Amerika Serikat
Di AS, rata-rata para karyawan bekerja selama 1.768 jam per tahun dan pemerintah Obama telah memberikan 10 hari libur nasional. Namun hanya 57% dari karyawan di AS yang memanfaatkan seluruh liburan mereka.

4. Korea Selatan
Pemerintah di Korea Selatan telah menetapkan 15 hari libur nasional, namun tercatat hanya 53% saja dari karyawan di sana yang mengambil semua hak libur mereka.

3. Afrika Selatan
Di Afrika Selatan, mendapatkan jatah libur total 12 hari per tahun. Namun hanya 47,5% saja dari karyawan di sana yang mengambil ke 12 hari liburan mereka.

2. Australia
Rata-rata karyawan di Australia bekerja selama 1.690 jam per tahun. Pemerintah di sana menetapkan 8 hari libur nasional. Namun hanya 47% saja yang mengambil semua hari libur mereka.

1.Jepang
Posisi utama negara yang penduduknya pekerja keras dipegang oleh Jepang. Pemerintah Jepang menetapkan 16 hari libur nasional per tahunnya. Namun hanya 33% dari karyawan di Jepang yang mengambil semua jatah libur tersebut. Rata-rata para karyawan di Jepang bekerja 1.714 jam per tahun.

By : Yusuf Saeful Berlian,

Sumber:

·         Anonimous. 2009 “Bisakah Anda menjadi seorang workaholic yang sehat?” http://id.jobsdb.com/ID/EN/Resources/JobSeekerArticle/workaholic-sehat?ID=167[14-Dec-09 }

Widya Wicaksana. 2010. “8 Cara Jadi Workaholic yang Sehathttp://supermilan.wordpress.com/2010/06/05/8-cara-jadi-workaholic-yang-sehat/[

·         Gandi. 2011. Indria Debora Si Workaholic http://www.tabloidnova.com/Nova/News/Peristiwa/Indria-Debora-Si-Workaholic  [13/10/ 2011]
·         Anonymous. 2011. “Workaholic yang Sehat” http://www.tempointeraktif.com/hg/kesehatan/2011/06/10/brk,20110610-339896,id.html[10 JUNI 2011]
·         Soegeng Haryadi. 2011. “Bila Workaholic Jadi Tuntutan Hidup Anda”http://palembang.tribunnews.com/2011/09/05/bila-workaholic-jadi-tuntutan-hidup-anda[5 September 2011]
·         http://www.mari-bicara.com/node/1025
·         Anonimous. 2011. 10 Negara dengan Penduduk Workaholic” http://www.beritaunik.net/top-10/10-negara-dengan-penduduk-workaholic.html[Jun 05, 2011]
·         Liena Aifen. 2009. 7 Kebiasaan Buruk Workaholic.  http://www.lienaaifen.com/kesehatan/7-kebiasaan-buruk-workaholic-yang-berbahaya/[ December 8, 2010]
·         Wardah Fazriyati. 2011.” Gairah Seks Pria "Workaholic" Rendah”  http://female.kompas.com/read/2011/06/10/15373687[10 Juni 2011]
·         Ubaydillah, AN . 2007. “Membedakan Workaholic & Bekerja Keras” http://www.e-psikologi.com/epsi/industri_detail.asp?id=447[07 September 2007]

No comments:

Post a Comment