Friday, June 29, 2012

MUDAH MARAH, MUDAH MELUPAKANNYA
Mungkin, kita pernah mendengar dan mengetahui dengan baik semboyan ”mudah sekali marah, tapi Mudah sekali melupakan ” ? hmmm
Sebenarnya istilah ini sudah lama kita kenal dengan baik dan bahkan mungkin atau bisa jadi kita pernah menjadi pelaku dari semboyan ini atau kadang atau bahkan sering sebagai obyek dari semboyan tersebut.
Tak jarang memang kita atau pun orang lain mendapati semboyan ini dilakoni dengan berhasil baik di lingkungan pekerjaan, di rumah, atau dilingkungan manapun entah dengan atau kepada bawahan, rekan kerja, istri, suami, anak, tetangga, dan siapapun 
Saya sempat tertegun saat mencermati sekumpulan orang2 disekitar saya yang sedang asyik berbincang dan berbagi cerita, ketika salah satu dari mereka berkata dengan sedikit berbangga berkata bahwa "Memang aku mudah marah, tapi aku segera melupakannya." Ironis memang terdengar, tapi itulah Kenyataan yang kadang kita temui, sebagian orang berbangga dan membuat kita menggelengkan kepala.
Mereka memang dianugerahi kemampuan untuk menyembuhkan sendiri luka hatinya. Tak heran, meski amarahnya meledak-ledak tak terkendali dan terkadang disertai aneka jenis satwa, hanya dalam hitungan detik mereka sudah berbaikan lagi; bersendau gurau seolah tak terjadi sesuatu apa. Betapa, sebuah anugerah yang tak ternilai. Tetapi apa yang terjadi dengan orang lain yang mungkin saja terlukai oleh kata-kata yang sudah terucap keluar dari rongga bibir.
Teringat seorang bijak pernah berujar, "Bukankah demikian pula ketika bom atom dijatuhkan? Diperlukan beberapa menit saja untuk lari dari area peledakan. Namun, lihatlah kerusakan yang terjadi. Rasanya seabad tak cukup untuk menyembuhkan kerusakan yang terjadi." Amarah menimbulkan dua luka; di hati si pemiliknya dan lebih dalam lagi di hati si korban. Mungkin mudah mengobati luka hati sendiri. Tetapi, apakah kita menjamin kesembuhan luka orang lain? Anugerah yang lebih bercahaya adalah bila kita mampu membantu menyembuhkan luka hati orang lain.
Kita mungkin saja tak kan mampu menghapus luka hati sepenuhnya, karena luka tetaplah luka selayaknya batang kayu telah berlubang karena sering dipantek oleh batang-batang paku besi, lihatlah lubang-lubang bekas paku yang telah tertancap. "Batang pohon yang terlubangi tidak akan kembali seperti sediakala seperti halnya kita bertengkar atau berselisih dengan orang lain tentu saja akan meninggalkan luka".
Kita dapat menghunjamkan dan mencabut pisau ke punggung orang lain tetapi luka tetaplah luka yang tertinggal disana. Tak perduli beratus-ratus ucapan kata maaf keluar dari bibir bahkan penyesalan.
Dengan begitu, setidaknya kita belajar untukmenjadi lebih bijak untuk sekedar tidak mudah berucap kata laksana pisau tajam siap menggores luka. (M. Yunus)

No comments:

Post a Comment